Recent Tube

  • Pedoman Akreditasi

    Akreditasi Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Non Formal Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

  • Alat Peraga Edukatif

    Akreditasi Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Non Formal Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

  • Alat Peraga Edukatif Literasi

    Akreditasi Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Non Formal Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

  • Alat Peraga Edukatif Logika

    Akreditasi Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Non Formal Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

  • Alat Peraga Edukatif Saintek

    Akreditasi Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Non Formal Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

Pelajaran IPS Untuk Paket C


10. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial


A. Latar Belakang
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari Program Paket A sampai Program Paket B. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada Paket A mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.
Di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis.
Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan.

B.  Tujuan
Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
1.   Mengenal  konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan  masyarakat dan lingkungannya
2.   Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,  inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial
3.   Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan
4.   Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

C.  Ruang Lingkup
Ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek sebagai berikut.
1.   Manusia, Tempat, dan Lingkungan   
2.   Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan
3.   Sistem Sosial dan Budaya
4.   Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan.




D. Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran

  1. Memahami identitas diri dan keluarga, serta mewujudkan sikap saling menghormati dalam kemajemukan keluarga
  2. Mendeskripsikan kedudukan dan peran anggota dalam keluarga dan lingkungan tetangga, serta kerja sama di antara keduanya
  3. Memahami sejarah, kenampakan alam, dan keragaman suku bangsa di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi
  4. Mengenal sumber daya alam, kegiatan ekonomi, dan kemajuan teknologi di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi
  5. Menghargai berbagai peninggalan dan tokoh sejarah nasional, keragaman suku bangsa serta kegiatan ekonomi di Indonesia
  6. Menghargai peranan tokoh pejuang dalam mempersiapkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia
  7. Memahami perkembangan wilayah Indonesia, keadaan sosial negara di Asia Tenggara serta benua-benua
  8. Mengenal gejala (peristiwa) alam yang terjadi di Indonesia dan negara tetangga, serta dapat melakukan tindakan dalam menghadapi bencana alam
9.  Memahami peranan Indonesia di era global

























E. Standar Kompetensi dan Kompetensi Standar

Tingkatan      :  I
Derajat           :  Awal
Setara             :  Kelas I  s.d  III    SD/MI
Bobot  SKK   :  9



 
 








Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar

1.         Memahami identitas diri  dan keluarga, serta sikap saling menghormati dalam kemajemukan keluarga

1.1         Mengidentifikasi identitas diri, keluarga, dan kerabat
1.2         Menceriterakan  pengalaman diri
1.3         Menceriterakan kasih sayang antar anggota keluarga
1.4         Menunjukkan sikap hidup rukun dalam kemajemukan keluarga

2.         Mendeskripsikan lingkungan rumah

2.1         Menceritakan kembali peristiwa penting yang dialami sendiri di lingkungan keluarga
2.2         Mendeskripsikan letak rumah
2.3         Menjelaskan lingkungan rumah sehat dan perilaku dalam menjaga kebersihan rumah

3.      Memahami peristiwa penting dalam keluarga secara kronologis










3.1     Memelihara dokumen dan koleksi benda berharga miliknya
3.2     Memanfaatkan dokumen dan benda penting keluarga sebagai sumber cerita
3.3     Menceritakan peristiwa penting dalam keluarga secara kronologis




Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar

4.         Memahami kedudukan dan peran anggota dalam keluarga dan lingkungan tetangga

4.1         Mendeskripsikan kedudukan dan peran anggota keluarga
4.2         Menceritakan pengalamannya dalam melaksanakan peran dalam anggota  keluarga
4.3         Memberi contoh bentuk-bentuk kerjasama di lingkungan tetangga
5.          Memahami lingkungan dan melaksanakan kerjasama di sekitar tempat tinggal
5.1         Menceritakan lingkungan alam dan buatan di sekitar tempat tinggal
5.2         Memelihara lingkungan alam dan buatan di sekitar tempat tinggal
5.3         Membuat denah dan peta lingkungan tempat tinggal
5.4         Melakukan kerjasama di lingkungan tempat tinggal
6.         Memahami jenis pekerjaan dan penggunaan uang

6.1         Mengenal jenis-jenis pekerjaan
6.2         Memahami pentingnya semangat kerja
6.3         Memahami kegiatan jual beli di lingkungan tempat tinggal
6.4         Mengenal sejarah uang
6.5         Mengenal penggunaan uang sesuai dengan kebutuhan


















Tingkatan      :  II
Derajat           :  Dasar
Setara             :  Kelas IV s.d  VI   SD/MI
Bobot  SKK   :  9



 
 








Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
1.         Memahami sejarah, kenampakan alam, dan keragaman suku bangsa di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi

1.1         Membaca peta lingkungan setempat (kabupaten/kota, provinsi) dengan menggunakan skala sederhana
1.2         Mendeskripsikan kenampakan alam di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi serta hubungannya dengan keragaman sosial  dan budaya
1.3         Menunjukkan jenis dan persebaran sumber daya alam serta pemanfaatannya untuk kegiatan ekonomi di lingkungan setempat
1.4         Menghargai keragaman suku bangsa dan budaya setempat (kabupaten/kota, provinsi)
1.5         Menghargai berbagai peninggalan sejarah di lingkungan setempat (kabupaten/kota, provinsi) dan menjaga kelestariannya
1.6         Meneladani kepahlawanan dan patriotisme tokoh-tokoh di lingkungannya
2.         Mengenal sumber daya alam, kegiatan ekonomi, dan kemajuan teknologi di lingkungan kabupaten/kota dan  provinsi

2.1         Mengenal aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan sumber daya alam dan potensi lain di daerahnya
2.2         Mengenal  pentingnya koperasi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat
2.3         Mengenal perkembangan teknologi produksi, komunikasi,  dan transportasi serta pengalaman menggunakannya
2.4         Mengenal permasalahan sosial di daerahnya






Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
3.         Menghargai berbagai peninggalan dan tokoh sejarah yang berskala nasional  pada masa Hindu-Budha dan Islam, keragaman kenampakan alam dan suku bangsa, serta kegiatan ekonomi di Indonesia


3.1         Mengenal makna peninggalan-peninggalan sejarah yang berskala nasional dari masa Hindu-Budha dan Islam di Indonesia
3.2         Menceriterakan tokoh-tokoh sejarah pada masa Hindu-Budha dan Islam di Indonesia
3.3         Mengenal  keragaman kenampakan alam dan buatan serta pembagian wilayah waktu di Indonesia dengan menggunakan peta/atlas/globe dan media lainnya
3.4         Menghargai keragaman suku bangsa dan budaya di Indonesia
3.5         Mengenal jenis-jenis usaha dan kegiatan ekonomi di Indonesia
4.      Menghargai peranan tokoh pejuang dan masyarakat dalam mempersiapkan dan mempertahankaan kemerdekaan Indonesia
4.1         Mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada masa  penjajahan  Belanda dan Jepang
4.2         Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia
4.3         Menghargai jasa dan peranan tokoh dalam memproklamasikan kemerdekaan
4.4         Menghargai perjuangan para tokoh dalam mempertahankan kemerdekaan 
5.         Memahami  perkembangan wilayah Indonesia, kenampakan alam dan keadaan sosial negara-negara  di Asia Tenggara, serta benua-benua
5.1         Mendeskripsikan perkembangan  sistem administrasi wilayah Indonesia
5.2         Membandingkan kenampakan alam dan keadaan sosial negara-negara tetangga
5.3         Mengidentifikasi  benua-benua










Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
6.      Memahami gejala alam yang terjadi di Indonesia dan sekitarnya

6.1         Mendeskripsikan gejala (peristiwa) alam yang terjadi di Indonesia dan negara tetangga 
6.2         Mengenal cara-cara menghadapi bencana alam

7.       Memahami  peranan bangsa Indonesia di era global


7.1         Menjelaskan peranan Indonesia pada era global dan dampak positif serta negatifnya terhadap kehidupan bangsa Indonesia
7.2         Mengenal manfaat ekspor dan impor di Indonesia sebagai kegiatan ekonomi antar bangsa


F.  Arah Pengembangan
Standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran ini menjadi arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Seluruh materi SK dan KD pada masing-masing tingkatan/derajat dibagi ke dalam satuan kredit kompetensi (SKK) secara seimbang sebanyak yang ditentukan untuk tingkatan/derajat yang dimaksud.  Dalam merancang kegiatan pembelajaran dan penilaian perlu memperhatikan Standar Proses dan Standar Penilaian.

Membangun Karakter Anak Usia Dini


Membangun Karakter Anak Usia Dini



Karakter bangsa merupakan aspek penting yang menentukan kemajuan suatu bangsa. Karakter bangsa sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusianya (SDM). Oleh karena itu, karakter yang berkualitas perlu dibina sejak usia dini agar anak terbiasa berperilaku positif. Kegagalan penanaman kepribadian yang baik di usia dini akan membentuk pribadi yang bermasalah di masa dewasanya kelak.
KARAKTER adalah watak, sifat, atau hal-hal yang sangat mendasar yang ada pada diri seseorang sehingga membedakan seseorang daripada yang lain. Sering orang menyebutnya dengan ”tabiat” atau ”perangai”. Apa pun sebutannya, karakter adalah sifat batin manusia yang memengaruhi segenap pikiran, perasaan, dan perbuatannya.
Karakter ibarat pisau bermata dua. Karakter memiliki kemungkinan akan membuahkan dua sifat yang berbeda atau saling bertolak belakang. Contoh, anak yang memiliki keyakinan tinggi. Hal ini akan menumbuhkan sifat berani sebagai buah keyakinan yang dimilikinya atau justru sebaliknya memunculkan sifat sembrono, kurang perhitungan karena terlalu yakin akan kemampuannya.
Begitu besar pengaruh karakter dalam kehidupan seseorang. Maka itulah pembentukan karakter harus dilakukan sejak usia dini.
Taburlah satu pikiran positif, maka akan menuai tindakan.
Taburlah satu tindakan, maka akan menuai kebiasaan.
Taburlah satu kebiasaan, maka akan menuai karakter.
Taburlah satu karakter, maka akan menuai nasib.
Membangun karakter ibarat mengukir. Sifat ukiran adalah melekat kuat di atas benda yang diukir, tidak mudah usang tertelan waktu atau aus karena gesekan. Menghilangkan ukiran sama saja dengan menghilangkan benda yang diukir itu, karena ukiran melekat dan menyatu dengan bendanya. Demikian juga dengan karakter yang merupakan sebuah pola, baik itu pikiran, perasaan, sikap, maupun tindakan, yang melekat pada diri seseorang dengan sangat kuat dan sulit dihilangkan.
Proses membangun karakter pada anak juga ibarat mengukir atau memahat jiwa sedemikian rupa, sehingga ”berbentuk” unik, menarik, dan berbeda antara satu dengan yang lain. Setiap orang memiliki karakter berbeda-beda. Ada orang yang berperilaku sesuai dengan nilai-nilai, ada juga yang berperilaku negatif atau tidak sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam budaya setempat (tidak/belum berkarakter atau “berkarakter” tercela).
Dengan demikian, dalam pendidikan karakter, setiap anak memiliki potensi untuk berperilaku positif atau negatif. Jika ibu-ayah membentuk karakter positif sejak anak usia dini, maka yang berkembang adalah perilaku positif tersebut. Jika tidak, tentu yang akan terjadi sebaliknya. Nah, bagaimana cara membangun karakter anak, berikut ini diuraikan beberapa hal yang perlu diketahui ibu-ayah.

A. PEMBENTUKAN KARAKTER DIPENGARUHI FAKTOR BAWAAN DAN LINGKUNGAN
Ada dua faktor yang memengaruhi pembantukan karakter, yaitu bawaan dari dalam diri anak dan pandangan anak terhadap dunia yang dimilikinya, seperti pengetahuan, pengalaman, prinsip-prinsip moral yang diterima, bimbingan, pengarahan dan interaksi (hubungan) orangtua-anak. Lingkungan yang positif akan membentuk karakter yang positif pula pada anak.
Salah satu contoh kisah nyata, seorang anak laki-laki dibesarkan dalam lingkungan binatang. Si anak berjalan dengan merangkak, makan, bertingkah laku, dan bersuara seperti binatang karena ia tidak bisa bicara. Orang yang menemukan si anak berusaha mendidiknya kembali seperti halnya anak-anak pada umumnya.
Hasilnya, si anak tetap memiliki pribadi seperti binatang karena sebagian besar hidupnya dilalui bersama binatang sejak usia dini. Tampak di sini betapa besar pengaruh lingkungan terhadap pembentukan karakter. Dari contoh tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa karakter seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh bawaan, tetapi juga lingkungan (terutama, dalam keluarga) memiliki pengaruh yang sangat besar.
Karakter berhubungan dengan perilaku positif yang berkaitan dengan moral yang berlaku, seperti kejujuran, percaya diri, bertanggung jawab, penolong, dapat dipercaya, menghargai, menghormati, menyayangi, dan sebagainya. Pada dasarnya, setiap anak memiliki semua perilaku positif tersebut, sebagaimana telah ditanamkan oleh Sang Pencipta di dalam kodratnya.
Masalahnya, kemampuan dasar yang terdapat di dalam diri anak itu tidak bisa berkembang dengan sendirinya, melainkan harus dikembangkan dengan sungguh-sungguh melalui pengasuhan dan bimbingan yang positif dari ibu-ayah. Jika setiap anak dan keluarga memiliki karakter positif, maka akan tercipta masyarakat dengan moral yang baik, sehingga akan tercipta pula bangsa yang dapat hidup rukun sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku.
B. ORANGTUA YANG BERKARAKTER MENUMBUHKAN ANAK YANG BERKARAKTER
Seseorang tidak dapat membantu orang lain jika ia tidak dapat membantu dirinya sendiri. Begitu juga dengan orangtua yang ingin menumbuhkan karakter positif dalam diri anak. Jika ibu-ayah ingin anaknya memiliki karakter positif, maka ibu-ayah harus memiliki karakter positif pula. Ini berarti, ibu-ayah dituntut menerapkan nilai-nilai moral dalam kehidupan sehari-harinya, serta memperlakukan anak sesuai dengan nilai-nilai moral tersebut. Jadi, tidak hanya sekadar memberi tahu apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan anak.
Lagi pula, pada dasarnya anak memang lebih mudah belajar sesuatu melalui pengamatan terhadap perilaku orang lain atau lingkungan sekitarya, bukan sekadar mendengarkan kata-kata saja.
Salah satu contohnya, jika ibu-ayah ingin mengembangkan sifat peduli pada anak, maka ibu-ayah juga menerapkan perilaku peduli, baik kepada anak maupun lingkungan sekitarnya. Sikap peduli tersebut dapat dilakukan dengan cara memberikan perhatian kepada anak, mendengarkan keluh-kesah anak, membantu orang lain yang sedang mengalami masalah, dan sebagainya. Ketika ibu-ayah peduli dengan anak, anak akan merasa nyaman.
Anak pun belajar, bersikap peduli adalah perilaku yang tepat karena menimbulkan rasa nyaman dan bermanfaat bagi setiap orang, sehingga anak kemudian akan menerapkan sikap peduli dalam kehidupan sehari-harinya. Itulah mengapa, agar anak memiliki karakter positif, ibu-ayah dituntut memiliki perilaku positif pula sehinga dapat menjadi teladan bagi anak.
C. PEMBENTUKAN KARAKTER DIMULAI SEJAK DINI
Masa usia dini adalah masa keemasan, artinya masa tersebut merupakan masa terbaik dalam proses belajar yang hanya sekali dan tidak pernah akan terulang kembali. Pertumbuhan dan perkembangan anak pada masa ini berlangsung sangat cepat dan akan menjadi penentu bagi sifat-sifat atau karakter anak di masa dewasa. Peran ibu-ayah sebagai pendidik pertama dan utama sangat penting untuk memaksimalkan dan memanfaatkan masa ini, tidak dapat digantikan oleh siapa pun.
Bila masa ini gagal dimanfaatkan secara baik, sama artinya menyia-nyiakan kesempatan masa keemasan tersebut. Pembentukan karakter juga akan sulit dilakukan, jika ibu-ayah baru melaksanakannya ketika anak sudah memasuki usia remaja. Ibarat sebatang pohon bambu yang semakin tua semakin sulit dibengkokkan, begitu pula dengan membentuk karakter, akan lebih mudah membentuk karakter seseorang ketika masih di usia dini dan akan semakin sulit membentuk karakter seseorang jika sudah semakin dewasa.
Peran ibu-ayah menjadi sangat penting dalam pembentukan karakter anak untuk siap menghadapi dunia di masa yang akan datang. Pada awalnya anak akan meniru perilaku ibu-ayah, karena ibu-ayah adalah orang pertama yang dekat dan dikagumi oleh anak. Setelah itu, lingkungan rumah juga berpengaruh dalam pembentukan karakter anak. Hal ini dapat terlihat dari cara berpakaian, bersikap, dan berperilaku sehari-hari seorang anak yang biasanya tidak jauh berbeda dengan orang-orang yang ada dalam lingkungan rumahnya. Ibarat pepatah, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.
Kesuksesan ibu-ayah membimbing anaknya di usia dini sangat menentukan kesuksesan anak dalam kehidupan sosial di masa dewasanya kelak. Mereka akan tampil sebagai orang-orang yang senang belajar, terampil menyelesaikan masalah, berkomunikasi dengan baik dan berhasil guna, berani, jujur, dapat dipercaya dan diandalkan, penuh perhatian, toleransi, luwes, serta bisa bersaing dalam kehidupan sosial di masa dewasanya kelak. Mengingat pentingnya penanaman karakter di usia dini dan mengingat usia tersebut merupakan masa persiapan untuk sekolah, maka pembentukan karakter positif di usia dini dalam keluarga menjadi sangat penting.
D. PEMBENTUKAN KARAKTER BERLANGSUNG SEUMUR HIDUP
Proses pembentukan karakter diawali dengan kondisi pribadi ibu-ayah sebagai figur yang berpengaruh untuk menjadi panutan, keteladanan, dan diidolakan atau ditiru anak-anak. Anak lebih mudah meniru perilaku daripada menuruti nasihat yang diberikan ibu-ayahnya.
Mereka belajar melalui mengamati apa yang ada dan terjadi di sekitarnya, bukan lewat nasihat semata-mata. Nilai yang diajarkan melalui kata-kata, hanya sedikit yang akan mereka lakukan, sedangkan nilai yang diajarkan melalui perbuatan, akan banyak mereka lakukan. Sikap dan perilaku ibu-ayah sehari-hari merupakan pendidikan watak yang terjadi secara berkelanjutan, terus-menerus dalam perjalanan umur anak.
Proses selanjutnya adalah memberikan pemahaman dan contoh perilaku kepada anak tentang baik dan buruk, benar atau salah, mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Anak juga perlu diajarkan untuk dapat memilah dan memilih sesuatu yang baik, sehingga ia bisa mengerti tindakan apa yang harus diambil, serta mampu mengutamakan hal-hal positif untuk dirinya. Untuk itu diperlukan suasana pendidikan yang menganut prinsip 3A, yaikni asih (kasih), asah (memahirkan), dan asuh (bimbingan). Anak akan tumbuh dan berkembang dengan baik kalau mendapatkan perlakuan kasih sayang, pengasuhan yang penuh pengertian, serta dalam situasi yang dirasakan nyaman dan damai.
E.MENCINTAI ANAK TANPA SYARAT
Anak akan mengembangkan pergaulan sosialnya secara sehat, jika dalam diri mereka ada perasaan berharga, berkemampuan, dan pantas untuk dicintai. Setiap anak membutuhkan perhatian, sapaan, penghargaan positif, dan cinta tanpa syarat sehingga anak dapat mengembangkan seluruh kemampuan yang ada dalam dirinya dengan baik. Berdasarkan pengalaman ini anak juga akan memperlakukan orang lain dengan cinta dan perhatian, memperlakukan orang lain secara positif sesuai dengan nilai-nilai moral yang diperoleh.
Anak pun akan memahami, teman-temannya juga pantas dihargai, dicintai, dan diperhatikan seperti dirinya. Menunjukkan cinta tanpa syarat tidak berarti ibu-ayah tak boleh menegur perbuatan negatif anak. Ibu-ayah tetap harus menegur dan memberikan sanksi atas pelanggaran atau perbuatan negatif tersebut. Perlu pemahaman ibu-ayah untuk membedakan antara ”perbuatan yang dilakukan” dengan “pribadi” anak itu sendiri.
Bukan “pribadi” anak itu yang membuat ibu-ayah marah, tetapi salah satu perbuatannya. Tunjukkan kesalahan sikap atau perbuatannya sekaligus tetap menghargainya sebagai anak. Cinta tanpa syarat berpusat pada “pribadi” anak, sedangkan pendisiplinan berfokus pada perilaku atau sikap tertentu anak. Dalam membentuk karakter anak, ibu-ayah perlu memahami tahapan perkembangan anak.
USIA 0—18 BULAN
Tahun pertama kehidupan anak menjadi penting dalam membangun karakter anak. Caranya dengan membangun kualitas hubungan antara ibu-ayah dan anak. Kepekaan ibu-ayah terhadap kebutuhan anak menjadi akar dari pembentukkan karakter anak. Jika ibu-ayah peka atau tanggap terhadap kebutuhan anak, maka anak akan merasa nyaman dan tumbuh rasa percaya di dalam dirinya. Contoh, ketika anak menangis, ibu/ayah segera datang dan menenangkannya; ketika lapar, ibu segera menyusuinya.
Dari sini anak belajar, peka/tanggap terhadap kebutuhan orang lain adalah hal yang baik untuk dilakukan karena menimbulkan rasa nyaman dan percaya. Sebaliknya, jika ibu-ayah tidak peka/tanggap terhadap kebutuhan anaknya di tahun pertama kehidupan, anak akan merasa tidak nyaman, sehingga tidak tumbuh rasa peka dan percaya terhadap orang lain di dalam dirinya.

MEMBENTUK KARAKTER SESUAI TAHAPAN PERKEMBANGAN ANAK
USIA 18 BULAN - 3 TAHUN
Anak belum dapat memahami apa yang benar dan salah. Anak belum memahami jika memukul orang lain itu salah, misalnya. Anak mengetahui perbuatan apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan karena ibu-ayah memberitahukannya atau karena ibu-ayah memberinya konsekuensi¹. Pada tahap ini anak belajar, mematuhi ibu-ayah adalah suatu norma.
USIA 3 - 6 TAHUN
Anak mulai menjiwai nilai-nilai yang diterapkan oleh ibu-ayah di dalam keluarga. Anak juga mulai memahami, setiap perbuatannya dapat memiliki akibat tertentu sesuai dengan yang diajarkan oleh ibu-ayah. Misalnya, jika memukul adik, maka adik akan menangis; tangan itu digunakan bukan untuk memukul tetapi untuk melakukan hal yang baik seperti membelai, mengusap, dan mendekap.
Dalam upaya membentuk watak atau tabiat anak, ada beberapa hal yang perlu dilakukan ibu-ayah.
1. Menegakkan disiplin secara ajek.
1)    Anak harus diperkenalkan dengan batasan-batasan. Anak harus tahu mana batas-batasnya, apa yang menjadi tanggung jawabnya, dan apa yang bukan merupakan tanggung jawabnya.
2)    Ajak anak untuk membuat batasan-batasan tersebut, tidak hanya dibuat oleh ibu-ayah saja. Pengenalan batasan merupakan dasar penegakan disiplin, sehingga anak mengetahui perilaku yang seharusnya dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.
3)    Ibu-ayah harus memiliki dan menampilkan sikap dan perlakuan yang ajek. Bila satu saat melarang atau membolehkan tingkah laku tertentu, di saat lain ketika suatu perilaku terulang kembali, harus tetap pada sikap yang sama (tidak berubah).
APA YANG HARUS DILAKUKAN IBU-AYAH?
1)    Hindari sikap keras karena hanya akan melahirkan disiplin semu. Maksudnya, anak patuh karena takut akan mendapat hukuman dari ibu-ayah apabila ia melanggar disiplin.
2)    Jangan pula bersikap terlalu lemah karena disiplin akan sulit ditegakkan atau akhirnya akan menghasilkan sikap acuh tak acuh (masa bodoh), cenderung mengembangkan sikap kurang bertanggung jawab, dan tidak menumbuhkan norma-norma tertentu pada anak sebagai suatu pembentukan karakter.

2. Terlibat penuh dalam membangun karakter anak.
Ibu-ayah yang memiliki keinginan diri dan terlibat sepenuhnya dalam menumbuhkan karakter anak akan lebih berhasil dalam membentuk karakter anak. Begitu pun jika ibu-ayah dalam kesehariannya mempraktikkan apa-apa yang akan ditanamkannya kepada anak.
Contoh, ibu-ayah ingin menanamkan berperilaku jujur, bertutur kata sopan, serta bertanggung jawab. Namun bila dalam keseharian ternyata ibu-ayah justru menampilkan perilaku yang sebaliknya, maka apa yang akan terjadi dengan perkembangan jiwa anak? Anak akan mengalami suatu kebingungan, mungkin juga konflik, karena ketidakajekan ibu-ayahnya dalam berkata dan berperilaku. Inilah yang menjadikan alasan bagi anak untuk tidak melakukan apa yang diinginkan ibu-ayahnya.
3. Menjadi contoh yang baik atau teladan bagi anak.
Ingat, anak cenderung meniru perilaku ibu-ayahnya dibandingkan hanya mendengarkan kata-katanya. Itulah mengapa, ibu-ayah harus juga berperilaku sesuai dengan nilai-nilai keutamaan dalam kehidupan sehari-hari. Nah, agar bisa menjadi contoh positif atau teladan bagi anak, ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian ibu-ayah, di antaranya:
1)        Menyadari bahwa nilai-nilai merupakan dasar segala tingkah laku dan menjadikan diri sebagai teladan utama bagi anak-anak.
2)        Menentukan nilai-nilai yang paling sesuai serta menunjukkan nilai-nilai mana yang harus diutamakan melalui kegiatan dan pengalaman sehari-hari.
3)        Menunjukkan pribadi yang ramah, positif, dan terintegrasi².
4)        Menghadapi anak dengan penuh penghargaan, cinta, dan pengertian.
5)        Meyakini akan nilai-nilai yang paling sesuai untuk dimiliki.
6)        Menciptakan pengalaman yang bernilai dan bermakna bersama anak, kemudian menanyakannya kepada anak tentang bagaimana sebaiknya harus mengambil pilihan atau keputusan.
4. Menumbuhkan nilai-nilai keutamaan pada anak.
Selain menjadi contoh positif atau teladan bagi anak, untuk menumbuhkan nilai-nilai keutamaan pada anak, ibu-ayah juga perlu melakukan hal-hal berikut:
1)    Jelaskan kepada anak yang sudah dapat berbicara, alasan penerapan nilai-nilai moral dalam kehidupan sehari-hari. Ajak anak bertukar pikiran agar ibu-ayah dapat mengetahui pendapatnya tentang seberapa jauh ia memahami nilai-nilai moral tersebut.
2)    Jelaskan kepada anak mengenai dampak perilaku positif maupun negatif yang dilakukannya. Contoh, ketika anak merapikan mainannya, ibu-ayah dapat mengatakan, ”Nak, mainannya kalau dibereskan jadi rapi dan kamu akan lebih mudah untuk menemukan mainan yang ingin kamu mainkan.” Begitu juga ketika anak melakukan kesalahan, semisal ia memukul adiknya, katakan, “Adik jadi menangis kalau kamu pukul.”
3)    Berikan penghargaan kepada anak, seperti pujian, pelukan, ciuman, ucapan terima kasih, dan lainnya, ketika anak berperilaku positif, sehingga anak terdorong untuk mengulangi perilaku positif tersebut.
4)    Bacakan dongeng atau cerita yang mengisahkan suatu perbuatan baik/positif. Gunakan bahasa sederhana yang sesuai dengan kemampuan berpikir anak agar anak dapat memahami dan menikmati isi cerita tersebut.
PENUTUP
Karakter diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang daripada yang lain. Pembentukan karakter dimulai sejak usia dini dan berlangsung sepanjang hidup manusia. Karakter anak akan terbentuk dengan baik jika dalam proses tumbuh kembangnya anak mendapatkan cukup ruang untuk mengungkapkan diri secara leluasa. Anak-anak adalah generasi yang akan menentukan nasib bangsa ini dikemudian hari. Diharapkan, buku bacaan ini dapat membantu membantu ibu-ayah dalam membentuk karakter ananda maupun mengubah karakternya yang negatif, sehingga terbentuklah karakter yang baik.


DAFTAR ISTILAH
1.    Konsekuensi = akibat tidak menyenangkan yang harus diterima atas pelanggaran atau perbuatan salah/negatif yang dilakukan
2.    Terintegrasi = sudah diintegrasikan; dapat diintegrasikan
3.    Integrasi = pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat

SUMBER BACAAN
  1. The Family Virtue Guide: Smple Ways to Bring Out in Our Children and Ourselves. Popov oleh Linda Kavelin. Penguin Book USA Inc. Tahun 1997.
  2. Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur oleh Sedyawati, dkk. Penerbit: Balai Pustaka, tahun 1999.
  3. 10 Tips for Raising Moral Kids. Dalam http://www.micheleborba.com/Pages/ArtBMI13.htm.tanggal 23 Maret 2010
  4. The Disipline Book oleh Sears & Sears.Little Brown & Company. Tahun 1995.
  5. Pendidikan Karakter oleh Abdullah Munir. Penerbit: Pedagogia, tahun 2010


Dra. Nana Prasetyo, M. Si.

Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian Pendidikan Nasional
Tahun 2011

KESIAPAN ANAK BERSEKOLAH


TEMA PARENTING : KESIAPAN ANAK BERSEKOLAH



PENDIDIKAN DASAR
Khususnya sekokah dasar (SD), wajib hukumnya. Artinya, semua anak dalam rentang usia tertentu harus melaksanakan kewajiban belajar. Ibu-ayah memiliki tanggung jawab untuk mengirim anaknya bersekolah dan dapat dikenai tindakan jika ibu-ayah sampai gagal melaksanakan kewajiban ini.
Tentunya, untuk masuk SD, ananda perlu dipersiapkan lebih dahulu. Kalau ibu-bapak diajukan pertanyaan, “Apa yang Ibu-Bapak siapkan untuk ananda yang akan masuk SD?” Berbagai jawaban pun muncul, dari membiasakan bangun pagi, menyiapkan pakaian, membelikan alat tulis dan buku, membelikan seragam, dan lainnya. Namun jawaban yang paling banyak, biasanya adalah “menyiapkan ananda supaya bisa membaca, menulis, dan berhitung”. Jawaban ini muncul karena kebanyakan orangtua beranggapan, untuk masuk SD sudah harus bisa membaca, menulis, dan berhitung. Ada juga yang berpandangan, di SD itu hanya mau menerima anak (murid) yang sudah bisa membaca, menulis, dan berhitung.
Cobalah simak perbincangan ibu-ibu di suatu TK yang sedang menunggui anaknya. Begitu seorang ibu tahu anaknya sebentar lagi akan masuk SD, maka pertanyaan yang muncul dari ibu-ibu lain adalah, “Wah, anaknya sudah bisa baca, tulis, dan hitung, ya?”
Memang, tidak dapat disangkal bahwa kemampuan membaca, menulis dan berhitung amat dibutuhkan di SD. Namun, mempersiapkan ananda untuk menekuni pendidikannya di SD bukanlah semata-mata ia sudah harus bisa membaca, menulis, dan berhitung saja, karena sebenarnya masih banyak lagi kemampuan lain yang perlu dipersiapkan sebelum anak masuk SD. Sikap-sikap seperti tidak bergantung pada ibu atau nenek atau si mbak yang menunjukkan bagaimana kemandirian ananda; mau berbagi dengan teman; mau bersosialisasi alias bergaul dengan teman lain; tidak malu; dan lain-lainnya, justru lebih diperlukan oleh ananda yang akan masuk SD. Jadi, agar ananda siap masuk SD, diperlukan kesiapan dalam seluruh aspek perkembangannya, dari fisik, kecerdasan, sosial-emosional, hingga bahasa.
Buku ini disusun sebagai panduan bagi para orangtua—bukan hanya ibu, tetapi juga ayah—untuk mempersiapkan ananda tercinta yang akan masuk SD. Diharapkan setelah membaca buku ini, ibu dan ayah menjadi tahu, apa saja yang harus dilakukan agar ananda siap masuk SD. Dengan begitu, ketika tiba saatnya masuk SD, ananda benar-benar sudah siap dan—yang penting pula—kelak ananda pun menjadi senang belajar di SD.

CIRI-CIRI ANAK SIAP SEKOLAH
Sebelum ibu-ayah memahami apa yang harus dipersiapkan untuk ananda yang akan masuk SD, baiklah kita ketahui dulu ciri-ciri anak usia SD.
Anak usia SD umumnya dikenal pula dengan sebutan anak usia sekolah. Sebagian besar dari kita paham, ditinjau dari usia, seorang anak akan masuk SD jika ia sudah mencapai usia 7 tahun. Di usia ini biasanya anak telah memiliki kesiapan untuk masuk SD atau memiliki kematangan sekolah. Namun, pada kenyataannya, tidak semua anak usia 7 tahun sudah siap masuk SD. Mengapa? Karena, kesiapan anak untuk bersekolah, ternyata tidak hanya dilihat dari sisi anaknya saja, melainkan juga sisi keluarga, terutama kesiapan orangtuanya.
Ibu dan ayah harus siap untuk melepas anaknya yang akan bersekolah. Jika ibu-ayah takut melepas ananda untuk sekolah, berarti ibu-ayah belum siap untuk menyekolahkan ananda. Begitu pula jika ibu-ayah melepas tanggung jawab dengan menyerahkan semua urusan ananda kepada sekolah, sebenarnya menunjukkan ibu-ayah tidak siap melepas ananda bersekolah. Di sisi lain, ibu-ayah juga tidak bisa selalu melayani ananda sampai-sampai ananda tidak bisa berbuat apa-apa atau tidak tahu harus berbuat apa karena biasanya dia sudah tahu beres akan kebutuhannya sebab sudah biasa dibantu orangtua atau keluarganya.
Selain lingkungan keluarga, lingkungan di sekitar anak juga turut memberikan sumbangan terhadap kesiapan anak memasuki dunia sekolah. Keadaan ini bisa dimengerti karena bagaimana interaksi atau hubungan anak dengan lingkungan teman sebaya maupun orang dewasa lain, dapat memengaruhi perkembangan dirinya. Coba tengok si Budi, anak keluarga Pak Eddy yang berusia 4 tahun. Di lingkungan rumahnya, Budi memiliki banyak teman dan bersama teman-temannya itu, Budi suka suka bermain sepeeda meskipun masih roda 4. Ketika bertemu dengan orangtua dari temannya atau orang dewasa lain, Budi selalu menyapa, “Selamat pagi, Pak.” atau “Selamat pagi, Bu.” Ketika diajak ke pasar, Budi juga suka bertanya pada tukang sayur, “Pak, ini jualan sayur apa?”; “Kalau sayuran wortel seperti apa?”
Keunggulan Budi yang memiliki banyak teman dan tidak malu untuk menegur orang dewasa kenalan ibu-ayahnya, merupakan “buah” dari kebiasaan ibu-ayah yang suka mengajak Budi untuk berkenalan dengan lingkungan sekitar rumahnya. Selain juga, juga ibu-ayah kerap memberikan contoh dan kesempatan bagaimana bertanya dan berbicara dengan orang lain. Tak heran bila akhirnya kemampuan berbicara Budi perkembangan interaksi anak di luar lingkungan keluarganya turut membantu perkembangan dirinya juga mengalami perkembangan yang baik. Begitu pun dengan jawaban yang diberikan oleh Budi atas pertanyaan dari teman-teman maupun orang lain di sekitarnya, ikut meningkatkan kemampuan bahasa dan pergaulan (interaksi) Budi dengan lingkungannya.
Kemampuan berbahasa dan berinteraksi sebagaimana yang dimiliki Budi merupakan kemampuan yang nantinya dapat menyumbang kesiapan anak untuk masuk sekolah. Dengan demikian, selain perkembangan bahasa dan sosial, perkembangan fisik, emosional, serta kecerdasan (yang banyak berkaitan dengan kemampuan berpikir), juga memberikan sumbangan bagi kesiapan anak untuk sekolah.
Dari apa yang diutarakan di atas tampak bahwa usia bukan merupakan satu-satunya hal yang menentukan kesiapan atau kematangan seorang anak. Oleh karena itu ketika kita mulai memikirkan si kecil untuk masuk SD, maka kita perlu memahami ciri-ciri dari anak yang siap untuk sekolah.



CIRI-CIRI ANAK SIAP SEKOLAH
1. Dari perkembangan fisik:
1)    Anak dapat meniti. Kalau berjalan di titian, ia tidak jatuh karena sudah lebih bisa mengontrol keseimbangan dirinya.
2)    Anak dapat memegang alat tulis dengan benar, misalnya ketika ia menulis atau menggambar sesuatu. Perhatikan tahapan bagaimana anak memegang alat tulis.
3)    Anak mulai bisa memusatkan pandangannya pada benda-benda kecil. Itulah sebabnya anak dapat mengoordinasikan mata dan tangannya. Misal, anak bisa mengancingkan baju sendiri, menyusun balok-balok, atau memasukkan balok sesuai dengan bentuknya.
2. Dalam menggambar,
Anak dapat membuat coretan-coretan yang lebih bermakna. Gambaran yang tadinya hanya garis-garis tidak beraturan sudah dapat dibuat dalam bentuk tertentu seperti orang, rumah, mobil, roda, bunga, dan lainnya.
3.    Ketergantungan pada ibu-ayah atau orang dewasa lain mulai berkurang.
4.    Anak mulai mandiri dan menunjukkan rasa tanggung jawabnya. Contoh, anak bisa makan sendiri, habis bermain membereskan mainan sendiri, dan bisa mandi sendiri meskipun belum bersih betul.
5.    Anak sangat menyukai kegiatan yang dipilih sendiri dan ia sangat menikmatinya.
6.    Anak mulai bisa lebih berkonsentrasi dan Anak sudah dapat memusatkan perhatiannya, koordinasi mata dan tangan sudah lebih baik memusatkan perhatiannya pada suatu hal.
7.    Itulah sebabnya dalam mengerjakan sesuatu anak terlihat lebih tekun.
8.    Anak dapat berbagi dan bermain bersama-sama dengan temannya.
9.    Contoh, waktu bermain balok-balok, anak bisa bermain bersama-sama dengan temannya membangun sesuatu.
10. Anak senang berbicara, pertanyaan anak juga sudah lebih rumit.
Pertanyaan yang diajukan tidak lagi menggunakan kata tanya “apa”, tetapi sudah berkembang menjadi “mengapa”. Contoh, “Ayah, mengapa ayam kalau dari
Anak sudah bisa berbagi jauh menjadi kecil?” Anak juga cepat tanggap jika ada hal-hal yang bertentangan dengan apa yang sudah ibu-ayah ucapkan, “Kata Ibu, sebelum makan harus cuci tangan dulu, tapi kok Ayah boleh makan padahal belum cuci tangan?”

PANDUAN MENYIAPKAN ANAK MASUK SD
Dengan melihat ciri-ciri kesiapan anak masuk SD, inilah yang perlu dilakukan ibu-ayah agar ananda siap masuk SD.
  1. Sering mengajak anak berkunjung ke lingkungan di luar rumah, agar anak terbiasa dengan berbagai lingkungan yang ada, misalnya diajak ke pasar, ke warung, ke rumah bu RT. Dorong ananda untuk berkenalan dan minta ia memerhatikan kegiatan yang sedang dilakukan di pasar atau warung, dan sebagainya.
  2. Tanyakan pada anak, apa yang telah dilakukannya di hari itu. Hargailah setiap jawaban anak. Hindari pertanyaan yang diajukan bertubi-tubi karena akan membuat anak kesal dan akhirnya tidak mau bercerita. Contoh, “Adik sedang apa? Tadi waktu Ibu ke pasar, Adik menangis tidak? Besok Adik mau ikut Ibu dan Bapak ke rumah Eyang?” Pertanyaan-pertanyaan seperti ini membuat anak bingung; dia belum menjawab satu pertanyaan, eh sudah diajukan lagi pertanyaan lain.
  3. Berkunjung ke SD yang ada di dekat rumah atau SD yang akan dituju kelak dan berkenalanlah dengan guru-guru di sana. Hal ini berguna bagi anak agar tidak malu dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Kalau sering berkunjung dan berkenalan dengan guru-guru di sana, anak pun akan terbiasa dengan lingkungan sekolahnya kelak. Jika anak memiliki kakak di SD, tentu akan lebih mudah bagi ibu-ayah untuk memperkenalkan lingkungan SD.
  4. Ajak anak untuk menyalurkan kegiatan fisiknya secara lebih terarah, misalnya berlari, memanjat pohon, meniti trotoar (pinggir jalan raya),
  5. Perbanyak kegiatan yang menunjang perkembangan motorik halus seperti bermain tanah liat, membuat tulisan di atas pasir atau tepung dengan menggunakan jari tangan, membantu ibu menggiling adonan, membantu ibu memeras santan, dan lainnya.
  1. Tanamkan tanggung jawab dan kemandirian kepada anak, seperti selesai makan membawa piring ke dapur untuk dicuci ibu, membereskan mainan setiap kali selesai bermain, dan lain-lain. Pada awalnya ibu-ayah memberikan contoh, kemudian melakukannya bersama anak, selanjutnya biarkan anak melakukannya sendiri, sehingga lama kelamaan akhirnya anak terbiasa dan tidak selalu minta tolong ibu-ayah maupun orang dewasa lainnya
  1. Ciptakan kondisi belajar sambil bermain sehingga anak terbiasa bahwa belajar itu menyenangkan. Contoh, sambil mengajak anak ke pasar diperkenalkan nama sayuran dan warnanya, apa bedanya dengan sayuran lain, dan seterusnya.
  2. Hargai setiap hasil karya anak. Ketika anak menunjukkan hasil tempelan aneka daun-daunan di sebuah kertas, katakan kepada anak, “Wah... bagus sekali hasil buatanmu, Nak. Ibu boleh tahu tidak ini apa?”.Hal ini dapat menumbuhkan rasa percaya diri pada anak. Hindari perkataan seperti, “Mestinya bentuknya seperti ini...” (sambil ditunjukkan caranya). Komentar seperti ini akan mengecilkan hati anak dan membuat anak merasa tidak dihargai hasil karyanya, akhirnya anak jadi malas untuk berkarya lagi.
  3. Jawablah setiap pertanyaan anak, namun jika ibu-ayah tidak tahu, katakanlah secara terus terang, “Wah, Nak...Ibu belum tahu kenapa kapal terbang bisa terbang.... Coba nanti kita tanya Bapak, mungkin Bapak tahu jawabnya.”
  4. Boleh juga bila ibu-ayah mau memperkenalkan anak dengan kegiatan menulis, membaca, dan berhitung untuk membantu perkembangan kemampuan dasar anak. Akan tetapi lakukan melalui kegiatan yang menyenangkan dan sambil bermain sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas. Misalnya, kegiatan menulis, “Ayo... sekarang membuat titik-titik air hujan.”
Yang Harus Dihindari Oleh Ibu Dan Ayah:
  1. Memaksa anak belajar menulis, membaca, atau berhitung di saat anak belum siap.
  2. Menuntut terlalu tinggi pada anak. Misalnya, anak harus bisa menulis dengan rapi, sehingga jika terjadi kesalahan, anak harus menghapus dan mengulangnya kembali sampai betul.
  3. Menyempurnakan hasil karya anak, karena ibu-ayah tidak puas dengan hasil karya anak. Cara ini sungguh tidak bijak, karena dapat membuat anak menjadi kecil hati.

PENUTUP
Memasuki pendidikan di SD memiliki warna tersendiri dalam kehidupan suatu keluarga, terlebih jika ananda merupakan anak pertama. Berbagai hal diupayakan pada anak agar ia berhasil masuk SD. Sejauh ini kebanyakan orangtua hanya menganggap, untuk masuk SD, anak sudah harus berusia 7 tahun serta sudah harus bisa membaca, menulis, dan berhitung. Oleh karena itu, banyak orangtua menyiapkan anaknya ke arah kemampuan-kemampuan tersebut. Padahal, harusnya tidak demikian, karena masih banyak kemampuan lainnya yang juga perlu diasah agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan maksimal.
Nah, agar ibu dan ayah dapat memberikan bantuan yang juga maksimal kepada anak, maka ibu dan ayah dapat membaca seri buku panduan yang lainnya, seperti Mengembangkan Kmampuan Dasar Anak Mengenai Angka dan Konsep Matematik; Mengembangkan Kemampuan Awal Membaca Anak Usia Dini; Anak Bertanya Orangtua Menjawab, dan lainnya. Selamat membaca dan menyiapkan anak masuk SD!





Puji Lestari Prianto, M.Psi.

Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian Pendidikan Nasional
Tahun 2011

Sumber bacaan
Memilih Sekolah Buat Si Kecil oleh Deasy Andriani. • Penerbit: Kanisius Yogyakarta, Tahun 2008.
Pendidikan Anak Prasekolah.oleh Soemiarti • Patmonodewo. Penerbit: Rineka Cipta Jakarta, Tahun 2000.
Pendidikan Anak di SD (buku materi pokok PGSD) oleh • Hera Lestari Mikarsa, Agus Taufik dan Puji L Prianto. Penerbit: Universitas Terbuka Jakarta, Tahun 2007
Positive Child Guidance oleh Darla Ferris Miller. • Wadsworth Cangage Learning Canada, Tahun 2010
Fulfilling Your Child’s Potential. A Guide to Effective • Parenting oleh Sherry Tian. Armour Publishing Pte.Ltd Singapura, Tahun 2009
Mengembangkan Bakat dan Kreativtas Anak Usia SD • oleh S Utami Munandar. PT Gramedia Jakarta 1985.

Cara Daftar Online Akreditasi PAUD & PNF SISPENA


Tutorial Paling Mudah & Cepat 




Mau Pelajari Tutorial?

 Library

Profil Pendidikan Keaksaraan Fungsional


Keaksaraan secara luas didefinisikan sebagai pengetahuan dasar dan keterampilan yang diperlukan oleh semua. Lebih lanjut dikatakan bahwa keaksaraan merupakan keterampilan yang diperlukan pada dirinya dan salah satu fondasi bagi keterampilan-keterampilan hidup yang lain. Keaksaraan adalah kemampuan seseorang dalam membaca, menulis dan berhitung. Seseorang yang buta aksara adalah orang yang tidak dapat membaca, menulis dan berhitung dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang yang melek huruf adalah orang yang dapat membaca maupun menulis kalimat sederhana dan berhitung.Napitupulu (1998:4). 
Kebanyakan dari masyarakat yang menyandang masalah keaksaraan adalah meraka yang berusia 14 s.d 65 tahun belum memiliki kemampuan literasi yang baik seperti ; membaca, menulis dan berhitung. Dalam pengertian awam penyandang masalah keaksaraan lebih populer dengan sebutan buta aksara. 

Sumber : Imran Haris 24 Oktober 2016
https://tentangpls.wordpress.com/2016/10/24
Sumber : 
Forum Komunikasi Tutor Pendidikan Keaksaraan Pusat
Sumber : Visiuniversal 
Delapan Prinsip Belajar Orang Dewasa
Sumber : Ilustrasi Nasional Harian Penerbit
Kegiatan Belajar KF Tulung Agung
Sumber : www.nfosumber.net 2013

Indek Pembangunan suatu bangsa terdiri : pendidikan, kesehatan & ekonomi, pendidikan diukur salah satunya dengan rata-rata lama sekolah, kemampuan literasi melak membaca, menulis & berhitung. Jika saja setiap tahun masih terdapat masyarakat yang masih buta aksara dalam jumlah yang besar dan tidak mengalami penurunan tentunya negara kita ini masih ditertinggal jauh dari negara lain dalam kontek peningkatan kualitas pendidikan.

UU PILKADA Serentak, Adakah Calon Kepala Daerah berijazah Paket C

MENCERMATI UU PILKADA PADA PILKADA SERENTAK 2018
Gambar Ilustrasi 

Postingan arikel hari ini ikut komen-komen dikit lah soal PILKADA, mengapa demikian karena dari ane tadi subuh bangun tudur sampe siang ini, isi berita di TV ya tentang ini gan, jadi sambil menunggu rekan aktivitas datang, ya iseng-isen ane tulis soal ini. Hampir semua statsiun televisi memberitakan banyak hal mengenai pilkada ini mulai dari bakal calon kontestan  yang gagal maju menjadi calon karena masalah adminitrasi, ijazah bakal calon kepala daerah yang diduga palsu, rivalitas yang sudah mulai memanas dan lain-lain pokonya. Nah supaya agan-agan juga turut peduli dan berpartisipasi mensosialisasikan soal PILKADA ya ane share aja beberapa info ini.

PILKADA Serentak 2018 sangat menyita perhatian publik, genderang perebutan posisi menjadi orang nomor satu dipusaran kekuasaan telah ditabuh, satu hal yang harus menjadi focus kita adalah mencermati banyak hal pada hajat besar ini dari segi pemahaman dan pertisipasi sesuai dengan uu PILKADA. Berkaitan dengan syarakt dan prosedur pendaftaran bakal calon pasangan kepala daerah yang menjadi kontestan pada perhelatan PILKADA serentak 2018 tinggal dipelajari saja sesuai uu yang ada dibawah ini, jadi seheboh apa pun pemberitaan kalau kita memahami secara utuh dari sumber regulasinya tidak akan keliru.

Gambar Ilustrasi

Undang - undang Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) 
UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan walikota menjadi Undang-Undang.
UU Nomor 8 Tahun 2015 perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan walikota menjadi Undang-Undang.
UU Nomor 1 Tahun 2015 tetang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan walikota menjadi undang-undang.
UU Nomor 12 tAHUN 2008 tentang perubahan atas undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah.
Berikut dibawah ini bahan kajiannya telah disediakan tinggal download saja.
 
Gambar Ilustrasi


UU Nomor 10 Tahun 2016            Klik Downlod
UU Nomor   8 Tahun 2015            Klik Downlod
UU Nomor   1 Tahun 2015            Klik Downlod
UU Nomor 12 Tahun 2008            Klik Downlod