BERCERITA ITU APA SIH?
Bercerita adalah sebuah kegiatan menyampaikan sebuah kisah atau cerita kepada anak-anak. Kisah/cerita disampaikan melalui kata-kata, bisa diselingi lagu atau humor lucu. Bercerita adalah sebuah kegiatan seru! Sebab, semua anak di seluruh dunia menyukai kegiatan ini. Anak-anak lebih suka jika cerita disampaikan oleh ibu, ayah, paman, bibi bahkan nenek dan kakek mereka. Anak-anak juga merasa senang di dalam kelasnya, jika para guru / pamong juga bercerita setiap hari.
Pembawa cerita bisa satu orang atau dua orang. Seru juga kalau mendengar ibu dan ayah bercerita berdua, seperti penyanyi sedang berduet. Cerita bisa disampaikan kapan saja, yang penting pada saat anak-anak sudah siap mendengarkan cerita. Boleh siang, sore maupun malam hari sebelum tidur. Tidak ada peraturan kapan kegiatan bercerita harus dilaksanakan. Semakin sering ibu dan ayah bercerita semakin baik bagi pertumbuhan anak-anak.
Kegiatan bercerita dalam keluarga atau kelas, persis seperti kegiatan berbincang – bincang atau “ngobrol” biasa. Tapi, dalam bercerita ada beberapa tokoh yang dibicarakan. Tokoh tersebut mengalami sebuah pengalaman atau kejadian yang menarik untuk didengar oleh anak-anak. Pengalaman yang dialami oleh sang tokoh harus sesuai dengan usia anak. Kalau pengalamannya terlalu seram sebaiknya jangan diceritakan kepada anak-anak usia balita (bawah lima tahun). Nanti anak-anak malah ketakutan atau menangis.
Pengalaman si tokoh utama diceritakan dengan kata-kata dan kalimat-kalimat yang menarik di telinga anak-anak. Bahasanya jangan terlalu susah. Kalau anda bercerita seperti orang berpidato, anak-anak pasti bosan.
Jika ada anggota keluarga yang bisa memainkan suara seperti dalang, anak-anak pasti lebih suka. Tapi, kalau tidak bisa, tidak usah kecil hati! Hal terpenting dalam kegiatan ini, semua keluarga harus menikmatinya. Suasana bisa jadi tegang, sedih atau penuh dengan canda tawa.
Kegiatan ini pasti akan menjadi kenangan yang paling indah bagi anak-anak.
APA SIH GUNANYA BERCERITA?
Pasti ibu dan ayah bertanya, apa gunanya bercerita? Coba perhatikan! Jika ibu dan ayah bercerita, pasti ia akan duduk tenang dan konsentrasi penuh pada cerita yang disampaikan. Nah, duduk tenang, konsentrasi dan mendengarkan secara cermat adalah sebuah ketrampilan bagi para batita (bawah tiga tahun) dan balita (bawah lima tahun). Mendengar itu sama pentingnya dengan berbicara. Kelak ketika si kecil sudah besar, ia akan mampu mendengarkan guru di kelas dengan baik dan benar.
Selain itu, anak tanpa sadar, mempelajari kata-kata baru dari cerita cerita yang disampaikan. Mulai dari kata-kata yang mudah hingga yang sulit. Kalau sudah punya banyak simpanan kata-kata, otomatis si kecil menjadi lebih pandai berbicara ketimbang anak yang tidak pernah mendengar cerita dari keluarganya. Ibu dan ayah pasti akan bangga sekali mendengar “ocehan” si kecil dengan kata kata barunya.
Mendengarkan cerita juga memberikan rangsangan kepada anak untuk memperoleh cerita baru setiap hari. Si kecil akan semangat belajar membaca, karena anak menyadari akan mendapatkan banyak cerita baru jika ia sudah bisa membaca. Pada saat anak belajar membaca, ibu dan ayah harus lebih giat lagi bercerita, supaya anak lebih semangat lagi belajar membaca. Begitu anak sudah bisa membaca huruf dan merangkai kata, maka ia akan rajin membaca cerita dengan sendirinya. Kalau anak sudah rajin membaca, maka tidak akan sulit bagi dirinya untuk membaca buku pelajaran di sekolah jika sudah besar. Karena otaknya sudah terbiasa meramu kata dan kalimat yang mengandung sebuah arti atau makna.
Mendengar, berbicara dan membaca adalah tiga ketrampilan penting untuk batita dan balita. Dengan demikian anak sudah memiliki modal dasar yang baik untuk menghadapi jenjang sekolah yang lebih tinggi.
Penelitian menunjukkan anak yang sering mendengar cerita pada masa balita akan sukses menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Karena, anak menjadi terbiasa mendengar kalimat-kalimat panjang dan mencernanya menjadi sebuah arti.
SIAPAKAH ANAK IBU - AYAH?
Sebelum mulai bercerita, ibu dan ayah harus mengenal dulu, siapakah anakku? Hal ini penting sekali, supaya cerita yang akan disampaikan cocok dengan umur, jenis kelamin dan sifat si kecil. Kalau memaksakan bercerita sebuah cerita yang hanya disukai ibu dan ayah, maka si kecil tidak akan pernah suka mendengar cerita orangtuanya. Akibatnya, anak tidak akan pernah tertarik dengan kegiatan ini. Ibu dan ayah malah akan kehilangan kesempatan untuk mengajarkan ketrampilan mendengar, berbicara dan membaca. Pasti ibu dan ayah tidak mau itu terjadi bukan?
Anak batita (bawah tiga tahun) dan balita (bawah lima tahun) biasanya suka dengan cerita yang berhubungan dengan dunia binatang. Jika nanti sudah berusia 6 tahun ke atas, maka mereka akan mulai suka cerita yang berhubungan dengan manusia.
Anak laki-laki biasanya suka dengan cerita yang energik. Pilih binatang yang gagah sebagai tokoh utamanya. Boleh juga memilih tokoh utamanya adalah mobil, traktor atau bis. Karena, anak laki laki suka dengan mainan tersebut. Kalau anak perempuan, biasanya lebih suka cerita yang sedikit lembut. Pilih binatang yang sifatnya lembut, berbulu, berwarna atau binatang yang pandai bernyanyi.
Kalau anak ibu dan ayah adalah batita maka cerita harus pendek dan mudah dicerna. Anak batita dan balita senang dengan kata -kata yang diulang-ulang. Mereka juga senang mendengar bunyi-bunyian yang lucu di dengar telinga. Seperti “Hip! Hip! Hop! Hop!” atau “Bbbrrmmm… bbbrrrmmm…” atau “Ciut…ciut…cit..cit…”.
Untuk batita dan balita, sebaiknya kalimatnya jangan terlalu panjang. Kalimat panjang sangat membingungkan bagi si kecil. Hal ini karena pengetahuan kata kata mereka yang belum banyak. Selain itu, batita dan balita masih sulit menghapal kata dan kalimat, apalagi mencernanya.
Batita dan balita juga senang dengan mendengarkan cerita yang penuh keajaiban. Misalnya, mobil bisa terbang, atau beruang punya bulu berwarna merah jambu. Ibu dan ayah boleh memasukan hal-hal yang penuh khayalan, karena mereka masih suka berkhayal.
Menghitung dan mengenal warna juga sangat disukai oleh batita dan balita.
BAGAIMANA MEMILIH CERITA UNTUK SI KECIL?
Ibu dan ayah harus pandai memilih cerita untuk si kecil. Apa lagi bagi batita (bawah tiga tahun) dan balita (bawah lima tahun), karena masih belum sepandai anak anak usia di atas balita. Kalau ibu dan ayah memilih cerita yang terlalu sulit, anak akan jenuh. Nanti ibu dan ayah akan mengira anak tidak suka mendengarkan cerita. Padahal mereka suka mendengarkan cerita, namun yang sesuai dengan usianya.
Anak batita dan balita belum mampu mendengarkan cerita yang terlalu panjang dan dengan jalan cerita yang rumit. Pilih cerita sederhana. Coba ibu dan ayah membaca keras buku tersebut. Coba cermati, berapa lama ibu dan ayah membaca. Kalau lebih dari 5 menit, sebaiknya buku itu tidak di beli. Simpan saja buku cerita tersebut dan ceritakan kepada anak jika mereka sudah berusia di atas 5 tahun.
Anak batita hanya bisa mendengarkan cerita di bawah 3 menit. Sedangkan, balita mampu mendengarkan cerita di bawah 5 menit. Lebih panjang dari waktu tersebut, maka anak sudah sulit untuk konsentrasi. Anak akan mulai mengambil mainan, menangis atau lebih suka menonton televisi. Tapi, kalau anak meminta cerita dilanjutkan, silahkan lanjutkan. Berarti, kepandaian anak mendengarkan sudah lebih baik.
Pilih cerita dengan tokoh maksimum 2 – 3 tokoh saja. Lebih banyak dari jumlah tersebut, maka si kecil akan merasa bingung karena mereka belum dapat mengingat dengan baik. Batita dan balita jika sudah bingung biasanya mengalihkan perhatiannya pada hal lain yang lebih menyenangkan.
Semakin sering anak mendengarkan cerita, mereka akan lebih pandai mendengar dan lebih cepat menghapal tokoh. Oleh sebab itu, jangan heran jika anak bertahan lebih dari 5 menit mendengarkan cerita dan mampu mengingat lebih dari 3 tokoh dalam cerita. Berarti ibu dan ayah sudah sukses bercerita dengan baik bagi si kecil.
BAGAIMANA MEMULAI BERCERITA?
Jangan paksakan si kecil untuk mendengarkan cerita jika ia sedang asyik bermain. Ibu dan ayah tidak boleh memaksa, namun boleh untuk membujuk.
Tunggu sampai si kecil mencari kegiatan yang baru, maka ibu dan ayah dapat menawarkan kepadanya untuk bercerita.
Batita (bawah tiga tahun) dan balita (bawah lima tahun) senang mendengarkan cerita sambil di pangku dan di dekap dalam pelukan. Lakukanlah hal ini, karena anak biasanya masih bingung dan takut dengan setiap kegiatan baru. Mendengarkan cerita sambil menikmati sentuhan kasih ibu atau ayah, adalah sebuah kombinasi yang sangat sempurna. Selain itu, dengan dipangku anak akan lebih tenang dan mudah berkonsentrasi.
Untuk beberapa batita dan balita harus dibantu untuk mulai berkonsentrasi. Caranya? Mulailah bernyanyi lagu-lagu favoritnya. Umumnya anak akan ikut bernyanyi. Nah, kalau anak sudah santai dan ikut bernyanyi, mulailah bercerita. Lembutkan suara ibu dan ayah, supaya si kecil terpikat
mendengar cerita. Tunjukkan gambar yang menarik jika ibu dan ayah punya buku bergambar, atau tunjukan sebuah boneka untuk membantu si kecil agar dapat membayangkan ceritanya.
Kalau si kecil sudah mulai “rewel” atau tidak tertarik dengan cerita ibu dan ayah boleh bernyanyi kembali, supaya si kecil tidak jenuh. Selama bernyanyi ibu dan ayah boleh bertepuk tangan atau melakukan gerakan-gerakan yang menarik minat si kecil. Setelah itu baru melanjutkan cerita.
Bagi anak yang belum pernah mendengarkan cerita, kadang memang sulit untuk tenang mendengarkan cerita. Ibu dan ayah harus sabar dan tidak boleh putus asa melewati proses ini. Begitu si kecil menemukan kenikmatan mendengarkan cerita, ibu dan ayah akan bercerita tanpa gangguan yang berarti.
Sebaiknya, matikan televisi, DVD atau VCD jika sedang bercerita supaya si kecil bisa konsentrasi pada ceritanya. Sebab, tayangan di televisi, DVD, atau VCD tetap menarik bagi batita dan balita. Tayangan tersebut memiliki suara, musik, warna dan gerakan -gerakan yang sangat menarik minat batita dan balita.
PESAN DALAM CERITA
Dalam setiap cerita pasti ada pesan yang ingin disampaikan untuk anak. Pesan cerita bagi anak usia batita (bawah tiga tahun) dan balita (bawah lima tahun) harus ringan dan mudah diingat mereka. Pesan yang berat seperti, “Harus jadi anak yang saleh” atau “Harus hormat pada ayah ibu” atau “Harus rajin belajar” adalah pesan-pesan yang sulit dimengerti oleh balita apalagi batita. Konsep mengenai hal tersebut belum mereka pahami.
Sebaiknya, pesan cerita untuk batita dan balita harus sesuai dengan kegiatan mereka sehari-hari. Kaitkan kegiatan mereka sehari-hari dalam cerita anda. Batita dan balita memiliki rutinitas kehidupan yang masih sederhana. Oleh sebab itu, pesan untuk mereka juga sebaiknya sesuai dengan kegiatan mereka sehari hari, misalnya “Kalau mandi harus bersih dan pakai sabun!” atau “Waah…kalau makan wortel badan akan sehat dan kuat!” atau sesederhana “Kamu anak yang paling ibu sayang”.
Kadang ibu dan ayah tidak menemukan pesan apapun dalam cerita untuk batita dan balita. Hal tersebut jangan membuat bingung. Karena tidak setiap cerita memiliki pesan khusus. Namun, dalam cerita tersebut sebaiknya ada kegiatan menghitung, mengenalkan warna, melakukan gerakan-gerakan untuk tubuh atau bernyanyi. Bagi anak batita dan balita hal ini juga termasuk pesan yang harus mereka ingat.
Jangan paksakan memasukan pesan yang berat, apalagi lebih satu pesan. Jika ibu dan ayah terlalu sering memasukkan pesan dalam cerita, batita dan balita Anda akan melihat kegiatan bercerita sebagai ajang memberi nasihat semata. Padahal bercerita harus meninggalkan kesan yang menyenangkan bagi si kecil.
Ada beberapa orangtua yang suka “menyindir” si kecil melalui cerita ceritanya. Jangan lakukan hal ini! Karena, walau masih usia batita dan balita, mereka sudah menyadari kalau disindir karena perilakunya yang kurang berkenan. Menyindir perilaku melalui cerita akan membunuh selera mereka mendengarkan cerita.
KALAU KEHABISAN BUKU CERITA?
Ada kalanya ibu dan ayah kehabisan buku bacaan untuk dicerita kepada si kecil. Atau, ibu dan ayah lupa membeli buku baru buat si kecil, sementara itu si kecil menagih untuk diceritakan cerita baru setiap hari. Sementara si kecil juga bisa bosan dengan cerita dari buku cerita. Apa yang harus ibu dan ayah lakukan? Ibu dan ayah membuat cerita sendiri! Pasti bisa.
Jika ibu dan ayah perhatikan dalam setiap kisah atau cerita bisa di ringkas menjadi 4 kalimat saja. Bahkan novel yang tebal sekalipun, dapat di ceritakan kembali hanya dalam 4 kalimat saja. Ini adalah rumus ajaib untuk bercerita.
1. Membuat pembuka cerita. Dalam setiap cerita selalu ada pembuka cerita. Biasanya ditandai dengan kalimat, “Pada suatu hari….” atau “Pada jaman dahulu kala…” atau “Pada suatu pagi yang indah…” Jika menemui kalimat semacam ini, berarti sedang membaca “pembuka cerita”. Ibu dan ayah tentu bisa membuat pembuka cerita. Dalam pembuka cerita, ceritakan dimana cerita itu terjadi. Bagaimana suasana dan kondisi tempat tersebut. Cukup menggunakan satu sampai dua kalimat sebagai pembuka cerita.
2. Membuat permasalahan cerita. Setelah memperkenalkan tokoh dalam cerita, mulailah membuat permasalahan cerita. Apa masalah yang terjadi? Bagaimana hal tersebut bisa terjadi? Apa penyebabnya? Bagaimana tokoh dalam cerita bereaksi?
3. Membuat penyelesaian masalah. Tokoh dalam cerita harus dapat menyelesaikan masalah. Penyelesaian masalah sebaiknya dilakukan dengan cara yang cerdik. Dalam bagian ini, ajak si kecil untuk ikut pula mencari jalan untuk menyelesaikan permasalahan. Masukan dari si kecil dapat pula dijadikan jalan keluar dari permasalahan cerita.
4. Membuat penutupan cerita. Langkah terakhir adalah membuat penutupan cerita. Umumnya, penutupan cerita disampaikan dengan suara riang, gembira dan berbahagia.
Jangan buat cerita menjadi terlalu panjang dan rumit. Tetap hitung waktu untuk bercerita. Sebaiknya tidak lebih dari lima menit.
Jika ibu dan ayah tidak ada ide yang lain, bisa menggunakan cerita yang sama namun diganti tokoh-tokohnya dengan nama dan jenis binatang yang berbeda.
Ibu dan ayah juga dapat membuat sebuah cerita berdasarkan kisah kehidupan sehari hari yang diganti menjadi cerita untuk anak anak. Misalnya, tentang ibu pergi ke pasar dan berjumpa dengan tetangga sebelah. Dalam kisah ini, ibu dan ayah bisa mengajarkan pentingnya saling menyapa, dan beramah tamah dengan tetangga. Atau, kisah ayah pergi bekerja dan
kendaraannya rusak di jalan. Kisah ini bisa mengajarkan untuk tidak berputus asa walaupun sedang menghadapi kesulitan.
Berita di koran juga bisa menjadi ide untuk membuat cerita bagi si kecil. Namun, sederhanakan situasi cerita, mengikuti pola berpikir batita dan balita, agar cerita tetap menyenangkan dan mudah diikuti.
SI KECIL SUKA MENGULANG CERITA
Ini terjadi pada banyak batita (bawah tiga tahun) dan balita (bawah lima tahun). Dalam sebuah kurun waktu, mereka akan senang sekali dengan cerita yang sama berulang – ulang. Banyak orang tua yang menjadi bosan menceritakan hal yang sama setiap hari.
Jika ini terjadi pada si kecil, jangan heran! Mengapa hal ini bisa terjadi? Batita dan balita senang sekali mampu memahami sebuah cerita dari awal hingga akhir. Mereka senang dapat menebak akhir cerita, dan menemukan hal yang lucu, menegangkan dan seru pada beberapa bagian dari cerita tersebut. Itulah sebabnya mereka senang sekali mengulang-ulang cerita yang sama. Bagi mereka ini adalah sebuah prestasi tersendiri.
Bagaimana menghadapi hal ini? Silakan bercerita hal yang sama berkali-kali. Namun, sesekali belokkan cerita sedikit demi sedikit. Bagaimana kalau si kecil protes? Ibu dan ayah bisa kembali pada alur cerita asli, namun boleh menambahkan jumlah tokohnya. Hal ini harus dilakukan untuk merangsang si kecil agar siap mendengarkan cerita baru.
SI KECIL YANG INGIN BERCERITA?
Si kecil adakalanya tidak ingin mendengarkan cerita ibu dan ayah. Mereka ingin gantian bercerita pada orang tuanya. Mengapa ini bisa terjadi? Sebab anak telah penuh daya ingatnya dengan berbagai cerita. Bagaikan gelas yang sudah penuh, si kecil sudah “luber” dengan ide cerita. Anak ingin berbagi cerita dengan orangtuanya.
Biarkan anak bercerita dan orang tua menjadi pendengar yang baik. Cerita yang disampaikan anak, umumnya berantakan. Kata, kalimat dan jalan ceritanya tidak runut. Tidak apa-apa. Anak sedang belajar mengutarakan pemikiran dengan baik. Jangan kritik cerita mereka. Sebaliknya, ibu dan ayah harus memuji kemampuan mereka. Supaya mereka lebih termotivasi lagi untuk berbicara, bertutur dan menyampaikan ide di kepala mereka.
Sesekali perbaiki perbendaharaan kata mereka, atau susunan ceritanya. Namun ibu dan ayah tetap harus bereaksi positif terhadap cerita anak. Rangsang anak untuk memberi nama pada setiap tokoh yang digunakan. Tugas orang tua mengingatkan si kecil tentang nama dan jalan cerita.
Rangsang si kecil untuk terus mampu mengembangkan jalan cerita. Tanyakan permasalahan ceritanya, dan jangan lupa menanyakan perasaan si tokoh dalam cerita tersebut.
PESAN UNTUK IBU DAN AYAH
Bercerita adalah sebuah proses yang panjang. Dalam prosesnya selalu ada hambatan yang bisa membuat ibu dan ayah putus asa untuk melakukan kegiatan ini. Namun, harus diingat bahwa dalam proses bercerita bagi batita (bawah tiga tahun) dan balita (bawah lima tahun) yang ingin dicapai adalah ketrampilan mendengar, berbicara dan membaca. Jadi, jika si kecil belum dapat mencerna isi cerita dengan baik atau tidak ingat sama sekali cerita yang sudah diberikan, sebaiknya jangan putus asa!
Kegiatan ini adalah sebuah kegiatan yang bersifat seru, hangat dan penuh kasih sayang. Jangan melakukan kegiatan bercerita seperti belajar dan membuat pekerjaan rumah.
Kadang ibu dan ayah sukses bercerita bagi si kecil, kadang tidak berhasil sama sekali. Jika gagal, jangan pernah berpikir bahwa ibu dan ayah adalah orang tua yang tidak baik. Gagal bercerita itu terjadi pula pada pendongeng yang sudah mahir. Suasana hati, kesehatan tubuh, kejenuhan si kecil kadang menjadi kendala ibu dan ayah dalam bercerita. Jangan putus asa, jalan terus!
Terakhir, ibu dan ayah harus menjalankan kegiatan ini dengan hati yang ikhlas karena prosesnya tidak mudah.Ikhlaskan hati, jika si kecil tidak memedulikan cerita. Hal ini bisa terjadi karena si kecil sedang bosan dan jenuh, namun jangan pernah berhenti bercerita.
Hasil jerih payah bercerita, tidak dapat dilihat dalam seketika. Nanti jika si kecil sudah dewasa baru akan terlihat hasilnya. Oleh sebab itu bersabarlah dalam bercerita.
Kegiatan ini sebaiknya tidak saja berhenti pada masa batita dan balita, lakukanlah walau anak sudah menduduki jenjang Sekolah Dasar. Karena proses bercerita adalah proses komunikasi yang baik antara orang tua dan anak.
Selamat mencoba!
Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal
Kementerian Pendidikan Nasional
Tahun 2011
0 Post a Comment:
Post a Comment